Apa sih yang membuatmu menangis?
Cowo?
Kalo menangis untuk cowo, pasti banyak yang pernah.
Kalau kita menangis, ga akan ada yang peduli.
They don't deserve it! Dikatakan oleh salah satu teman cowo saya.
Tapi kalo nangis untuk diri kita, itu ga apa.
Kita nangis hanya untuk melegakan hati kita.
Ga ada salahnya toh.
Girl, trying to be a woman. Surviving for her life. Bringing her dreams to reality. Reaching her stars. Trying to keep her promises. Will never give up everything until she needs to give in.
Friday, May 1, 2009
Vanish
Tolong!
Kenapa aku harus terus terjebak dalam situasi ini?
Ia akan pergi dengan cepat. Semua karena kesalahanku. Tapi tidak secepat cahaya, itu terlalu cepat. Aku mungkin bisa mati kalau ia pergi secepat itu. Aku masih ingin melalui waktu bersamanya. Aku tahu kami akan bertemu lagi. Tapi tetap saja. Aku akan kehilangan.
LAGI.
Aku tak tahu lagi apa yang akan aku lakukan. Mungkin aku tak ingin terjebak dalam situasi seperti ini lagi. Aku terjebak bukan beratus-ratus kali. Itu terlalu menyakitkan. Bukan juga berpuluh-puluh kali. Itu juga menyakitkan. Lagipula aku tidak akan jatuh cinta semudah itu dan kehilangan terus.
Aku terjebak hanya 3 kali.
3 KALI.
Tapi mengapa rasanya banyak sekali?
Itu sangat menyakitkan. 3 kali kehilangan.
Entah bagaimana dengan kalian. Mungkin lebih banyak kali kalian terjebak dalam hal yang sama.
Bodoh.
Sudah terjebak, tapi terus terjebak.
Kenapa aku tidak menghindar saja? Agar aku tidak terjebak? Aku sudah mencoba untuk menghindar. Tapi tak ada gunanya. Aku seperti keledai bodoh yang tak dapat berpikir. Tak tahu lagi apa yang harus kuperbuat.
Menghalanginya? Aku rasa tidak.
Ia sudah cukup tersiksa karena kesakitan yang aku berikan untuknya.
Mengharapnya untuk tetap di sampingku? Aku tak mau. Ia sudah terlalu sering menemaniku. Tapi aku selalu menolak.
Hei. Kenapa aku begitu bodoh? Menolak saat ia ingin menemaniku.
Bodoh.
Dalam hatiku aku ingin ia selalu menemaniku. Tapi aku menolaknya dengan perkataanku.
Mulut sialan.
Seharusnya aku membungkam saja mulutku. Toh aku masih bisa berkomunikasi lewat tulisan.
Saat ini aku benar-benar membenci hidupku. Membenci semua yang aku lakukan.
SEMUA.
Tak ada yang kulakukan benar terhadap dia. Aku harap aku musnah dari dunia ini.
Bukankah itu akan menjadi lebih baik?
Aku tak tahu apakah ia membaca ini atau tidak. Tapi aku sungguh ingin musnah.
Sungguh.
Aku tidak berguna. Selalu menyakiti dirinya. Selalu membuatnya kecewa. Yang kulakukan hanyalah keegoisan diriku. Tapi aku pikir, ia juga mempunyai keegoisan. Meski tidak semenyakitkan keegoisan yang aku buat terhadap dirinya.
Sepertinya aku tak seharusnya berada di sini. Aku yang hadir, membuatnya tersiksa. Bahkan membuatnya ingin pergi dari sini. Meski tidak untuk selamanya.
Sebaiknya aku saja yang pergi. Jadi ia tak perlu repot-repot pergi. Aku ingin pergi. Untuk selamanya. Kupikir itu lebih baik. Hidupnya akan menjadi lebih tentram dan damai. Tak ada lagi kesakitan dan kekecewaan.
Kenapa aku harus terus terjebak dalam situasi ini?
Ia akan pergi dengan cepat. Semua karena kesalahanku. Tapi tidak secepat cahaya, itu terlalu cepat. Aku mungkin bisa mati kalau ia pergi secepat itu. Aku masih ingin melalui waktu bersamanya. Aku tahu kami akan bertemu lagi. Tapi tetap saja. Aku akan kehilangan.
LAGI.
Aku tak tahu lagi apa yang akan aku lakukan. Mungkin aku tak ingin terjebak dalam situasi seperti ini lagi. Aku terjebak bukan beratus-ratus kali. Itu terlalu menyakitkan. Bukan juga berpuluh-puluh kali. Itu juga menyakitkan. Lagipula aku tidak akan jatuh cinta semudah itu dan kehilangan terus.
Aku terjebak hanya 3 kali.
3 KALI.
Tapi mengapa rasanya banyak sekali?
Itu sangat menyakitkan. 3 kali kehilangan.
Entah bagaimana dengan kalian. Mungkin lebih banyak kali kalian terjebak dalam hal yang sama.
Bodoh.
Sudah terjebak, tapi terus terjebak.
Kenapa aku tidak menghindar saja? Agar aku tidak terjebak? Aku sudah mencoba untuk menghindar. Tapi tak ada gunanya. Aku seperti keledai bodoh yang tak dapat berpikir. Tak tahu lagi apa yang harus kuperbuat.
Menghalanginya? Aku rasa tidak.
Ia sudah cukup tersiksa karena kesakitan yang aku berikan untuknya.
Mengharapnya untuk tetap di sampingku? Aku tak mau. Ia sudah terlalu sering menemaniku. Tapi aku selalu menolak.
Hei. Kenapa aku begitu bodoh? Menolak saat ia ingin menemaniku.
Bodoh.
Dalam hatiku aku ingin ia selalu menemaniku. Tapi aku menolaknya dengan perkataanku.
Mulut sialan.
Seharusnya aku membungkam saja mulutku. Toh aku masih bisa berkomunikasi lewat tulisan.
Saat ini aku benar-benar membenci hidupku. Membenci semua yang aku lakukan.
SEMUA.
Tak ada yang kulakukan benar terhadap dia. Aku harap aku musnah dari dunia ini.
Bukankah itu akan menjadi lebih baik?
Aku tak tahu apakah ia membaca ini atau tidak. Tapi aku sungguh ingin musnah.
Sungguh.
Aku tidak berguna. Selalu menyakiti dirinya. Selalu membuatnya kecewa. Yang kulakukan hanyalah keegoisan diriku. Tapi aku pikir, ia juga mempunyai keegoisan. Meski tidak semenyakitkan keegoisan yang aku buat terhadap dirinya.
Sepertinya aku tak seharusnya berada di sini. Aku yang hadir, membuatnya tersiksa. Bahkan membuatnya ingin pergi dari sini. Meski tidak untuk selamanya.
Sebaiknya aku saja yang pergi. Jadi ia tak perlu repot-repot pergi. Aku ingin pergi. Untuk selamanya. Kupikir itu lebih baik. Hidupnya akan menjadi lebih tentram dan damai. Tak ada lagi kesakitan dan kekecewaan.
Subscribe to:
Comments (Atom)